.

Minggu, 23 September 2012

SHALAWAT IBRAHIMIYAH

Sholawat ini terdapat dalam bacaan tasyahud akhir shalat.
Imam Nawawi berkata: Bahwa Sholawat ini dinamakan sholawat Ibrahimiyah karena sholawat tersebut merupakan bentuk sholawat yang paling utama, banyak menimbulkan pengaruh yang besar sekali apabila dibaca tiap-tiap hari secara istiqomah, terutama, bagi yang mempunyai keinginan besar untuk menunaikan ibadah haji, maka perbanyaklah membaca sholawat ini secara istiqomah, karena sholawat ini diajarkan oleh Rasuluuah saw. Adapun kalimatnya yaitu :

ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMADIN KAMAA SHALLAITA ‘ALAA SAYYIDINAA IBRAAHIIMA WA’ALAA AALI SAYYIDINAA IBRAHIIA WABAARIK ‘ALAA AALI SAYYIDINAA MUHAMMADIN KAMAA BAARAKTA ‘ALAA SAYYIDINAA ’ALAA SAYYIDINAA IBRAAHIMA WA ‘ALAA AALI SAYYIDINA IBRAAHIMA, FIL ‘AALAMIINA INNAKA HAMIIDUN MAJIIDUN.

Artinya : Ya Allah , berilah kasih saying kepada junjungan kita nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau memberi kasih sayangmMu kepada junjungan kita Nabi Ibrahim dan keluarganya. Dan berkatilah kepada junjungan kita nabi Muhammad dan keluarganya sebagaimana Engkau memberkati junjungan kita nabi Ibrahim dan kelurganya diantara makhluk makhlukmu, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji dan Maha Mulia.
Shalawat ini adalah bentuk shalawat untuk Nabi saw yang paling sempurna/ baik yang datang dari Nabi saw atau yang datang dari para ulama. Oleh karenanya para ulama mengistimewakan bentuk shalawat ini karena adanya kesepakatan atas kesahehan riwayat yang menurunkan hadis ini, sebagaimana para imam hadis: Imam Malik dalam kitab Muwaththa’, Bukhari dan Muslim dalam dua kitab Shahehnya, Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa’i telah meriwayatkannya.
Al-Hafidz al-’Iraqi dan al-Hafidz as-Sakhawi menyatakan bahwa hadis ini telah disepakati kesahihannya. Demikianlah Syaikh menyebutkan dalam kitab syarh Dalail al-Khairat dan dalam kitabnya yang lain. Lafadz shalawat ini diriwayatkan dalam beberapa jalur dan lafadz ini adalah salah satu di antaranya, yaitu yang diriwayatkan oleh Imam al-Baihaqi dan beberapa imam hadis yang lain, sebagaimana yang dijelaskan dalam kltab Syarhu al-Dala’il oleh al-Fasi.
Syaikh Ahmad ash-Shawi berkata: “Imam Bukhari telah meriwayatkan dalarn beberapa kitabnya bahwa Nabi saw- bersabda: Barangsiapa membaca shalawat ini, maka aku akan memberikan kesaksian padanya di hari kiamat dan aku akan menolongnya (memberikan syafa’atku kepadanya). Ini adalah hadis yang hasan. Para perawinya adalah perawi-perawi yang shahih. Ada sebagian ulama yang menyatakan bahwa membaca shalawat ini sebanyak seribu kali pasti akan bermimpi Nabi saw.,,
Lafadz shalawat sebagaimana yang clisebutkan dalam hadis ini tidak menyertakan lafadz siyadah (sayyidina). Imam Ramli dalam kitab Syarhu al-Minhaj berkata: “Yang lebih utama adalah menyertakan lafadz siyadah, karena di daiamnya terkandung pemenuhan terhadap apa yang diperintahkan dan menambah penjelasan sesuai kenyataan yang merupakan tatakrama, dan tatakrama lebih baik dilakukan daripada ditinggalkan. Adapun hadis yang menyatakan: Janganlah menambahkan lafadz sayyidina untuk (menyebut nama) ku di datam shalat, adalah hadis palsu, karena tidak ada dasarnya. Demikianlah para ulama ahli hadis mutaakhkhirln rnenyatakan.
Imam Ahmad lbn Hajar dalam kitab al-Jauhar al- Munazhzharn. meny atakan: “Menambahkan lafadz s ayidina sebelum lafadz Muhammad tidak ada salahnyan bahkan itu adalah tatakrama memperlakukan Rasulullah saw sekalipun di dalam shalat fardhu.”
Al-Qishthillani dalam kitabny al Mawahib al Ladunniyyah menyatakan: “Para ulama beristidlal atas kesempurnaan shalawat model ini dengan pengajaran Nabi saw kepada para sahabatnya akan bentuk shalawat ini setelah rnereka menanyakan apakah bentuk shalawat ini adalah cara yang paling sempurna di antara shalawat yang lain. Karena, pastilah bahwa beliau tidak akan memilih untuk diri beliau kecuali yang terbaik dan paling utama’ Dan akibat atau konsekuensi hukum yang ditimbulkan dari realitas tersebut adalah, bahwa seandainya seseorang bersumpah untuk membacakan suatu shalawat yang paling utama untuk Nabi saw, maka cara membayar sumpah tersebut adalah dengan rnembaca shalawat Ibrahimiyah ini.”
Demikianlah, sebagaimana yang telah dibenarkan oleh Imam an-Nawawi dalam kitab ar-Raudhah setelah menyebutkan cerita yang diriwayatkan oleh ar-Rofi’i dari Imam aI- Marwazi, bahwa beliau berkata: “Ia telah terbebas dari beban sumpah itu apabila ia membaca:

Ya Allah, berikanlah kasih sayangMu kepada junjungan kami Muhammad dan kepada keluarga junjungan kami Muhammad setiap kali orang-orang yang ingat menyebutnya dan setiap kali orang-orang yang lupa melalaikannya.”
Imam an-Nawawi berkomentar: “Sepertinya al-Marwazi mengutip teks shalawat ini dari gubahan Imam asy-Syafi’i, yaitu pada khutbah kitab ar-Rlsalahnya, akan tetapi dengan laf adz ” saha” (lupa) sebagai ganti lafadz ” ghofala” (lalai) .”
Qadhi Husain berkata: “Adapun cara untuk membebaskan diri dari sumpah dimaksud adalah dengan membaca:
Ya Allah, berikanlah kasih sayang-Mu kepada Muhammad sebagaimana ia berhak memilikinya.
Demikianlah sebagaimana yang dikutip oleh al-Baghawi.
Seandainya semua model shalawat dikumpulkan: membaca shalawat Ibrahimiyah sebagaimana yang disebutkan dalam hadis, kemudian dilanjutkan dengan shalawat gubahan Syafi’i, setelah itu shalawat yang diriwayatkan oleh Qadhi Husain, niscaya akan lebih komprehensip. Sekiranya ada yang mengatakan bahwa seandainya semua riwayat yang valid tersebut dikumpulkan dalam satu dzikir dan dimaksudkan agar menebus sumpahnya niscaya itu akan lebih baik.
Imam al-Barizi berkata: “Menurutku, membebaskan diri dari beban sumpah bisa dicapai dengan membaca:
Ya Allah, berikanlah kasih sayang-Mu kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad dengan shalawat-Mu yang paling utama dan sebanyak hitungan dalam pengetahuan-Mu.”
Karena teks shalawat ini lebih mendalam, oleh karena itu maka ia menjadi lebih utama.
At-Majd al-Lughawi dengan mengutip dari sebagian pendapat ulama berkata: “Seandainya seseorang bersumpah untuk membaca shalawat untuk Nabi saw yang paling utama, maka ia hendaklah membaca:
Ya Allah, berikanlah kasih sayang-Mu kepada junjungan kami Muhammad dan kepada para nabi yang lain, para malaikat dan para wali sepenuh hitungan yang genap dan ganjil dan sebanyak kalimat-kalimat Tuhan kami Yang Maha Sempurna dan Diberkati.” Dan diriwayatkan juga oleh sebagian ulama yang lain, yaitu dengan membaca:
“Ya Allah, berikanlah kasih sayang dan kedamaian-Mu kepada Muhammad, hamba-Mu, nabi-Mu dan rasul-Mu, yaitu sang pembawa berita yang ummi, dan kepada keluarganya, istri- istrinya dan keturunannya, sebanyak hitungan makhluk-Mu dan kerelaan-Mu, seberat ‘ arsy-Mu dan untaian kalimat-kalimat-Mu.”
Ada ulama yang memilih model shalawat ini:
Ya Allah, berikanlah kasih sayang-Mu kepada junjungan kami Muhammad dan kepada keluarga junjungan kami Muhammad, dengan kasih sayang yang abadi sebagaimana keabadian-Mu.”
Sebagiannya lagi ada yang memilih model shalawat berikut:
“Ya Allah, Tuhan Muhammad dan keluarga Muhammad, berikanlah kasih sayang-(Mu) kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad, dan berikanlah kepada Muhammad saw balasan yang semestinya.” Al-Majd selanjutnya berkata: “Semua penjelasan di atas ini adalah sebagai bukti bahwa persoalan dalam bentuk shalawat ini sangat fleksibel, boleh ditambah dan boleh dikurangi. Artinya, shalawat tidak mesti dengan satu lafadz tertentu dan pada waktu yang tertentu pula.
Namun demikian tentunya yang paling utama dan paling sempurna adalah apa yang kita ketahui dari beliau saw sendiri, seperti yang telah kami sebutkan pada bagian awal.”
Demikian kutipan ‘Adawi dari al-Hafidz as-Sakhawi...

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More